Minggu, 26 Maret 2017

KONSEP/STRATEGI PEMBELAJARAN DI SMK (PENDIDIKAN VOKASI)

KONSEP/STRATEGI PEMBELAJARAN DI SMK (PENDIDIKAN VOKASI)

Tugas 2
S2 PTK PPS UNM
Mata Kuliah: Teori dan Strategi Pembelajaran
Dosen Pengampu : Dr. Hendra Jaya, S.Pd., MT.

A.    Konsep Strategi Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan

Perkembangan zaman menuntut pembinaan sumber daya manusia yang berkualitas. Daya saing Indonesia dalam menghadapi persaingan antar negara maupun perdagangan bebas sangat ditentukan oleh outcome dari pembinaan SDM-nya. Salah satu upaya negara dalam pemenuhan SDM level menengah yang berkualitas adalah pembinaan pendidikan kejuruan.
Rumusan arti pendidikan kejuruan sangat bervariasi. Menurut Rupert Evans (1978), pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada satu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan terdiri dari Sekolah Menengah Kejuruan, dan Madrasah Aliyah Kejuruan.
Karakteristik Pendidikan Kejuruan (Djojonegoro, 1998) adalah sebagai berikut :
  1. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja
  2. Pendidikan kejuruan didasarkan atas “demand-driven” (kebutuhan dunia kerja)
  3. Fokus isi pendidikan kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja
  4. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan siswa harus pada “hands-on” atau performa dalam dunia kerja
  5. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan
  6. Pendidikan kejuruan yang baik adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi
  7. Pendidikan kejuruan lebih ditekankan pada “learning by doing” dan “hands-on experience”
  8. Pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas yang mutakhir untuk praktik
  9. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar daripada pendidikan umum.
Sedangkan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan menurut Charles Prosser (1925) adalah sebagai berikut :
  1. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan di mana siswa dilatih merupakan replika lingkungan di mana nanti ia akan bekerja
  2. Pendidikan kejuruan akan efektif hanya dapat diberikan di mana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja
  3. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri
  4. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya, dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi
  5. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan, atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya, dan yang dapat untung darinya.
  6. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfikir yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya
  7. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan
  8. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut
  9. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja)
  10. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai)
  11. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu adalah dari pengalaman para ahlu pada okupasi tersebut
  12. Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya
  13. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang yang memang mememrlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat pengajaran kejuruan
  14. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut
  15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar
  16. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
Perubahan struktur industri yang terjadi di masyarakat, diversifikasi nilai-nilai sosial, munculnya pendekatan pembejaran multistrategi, pergeseran dalam pendekatan pembelajaran, dan penghargaan untuk kecepatan menyebabkan peserta didik tidak hanya mengandalkan apa yang dipelajari di sekolah. Oleh karena itu menurut Rau et al (2006), pendidikan di era seperti sekarang adalah bagaimana mengembangkan kemampuan peserta didik dalam “learning how to learn” dan ‘relearning” serta membawa kemampuan seumur hidup, menjadi isu penting dalam pendidikan kejuruan.
Lebih lanjut Rau menyampaikan kurikulum yang ideal untuk pendidikan kejuruan harus memiliki fitur dan didukung langkah-langkah : 1) struktur kurikulum yang fleksibel, 2) bahan ajar yang menarik, 3) pendekatan pengajaran yang beragam, 4) menggunakan mekanisme penilaian berbasis kompetensi, 5) akses yang mudah untuk mengikuti program pelatihan guru lanjutan. Selain itu proses belajar mengajar hendaklah dilakukan dengan menitikberatkan pada : 1) fleksibilitas, 2) kemampuan beradaptasi, 3) pencapaian kompetensi peserta didik.
Proses pembelajaran di pendidikan kejuruan harus dilakukan dengan mengedepankan aspek penguasaan Teknologi Informasi dan komunikasi  (TIK). Penguasaan terhadap TIK menjadi penting karena dengan perkembangan teknologi dan informasi begitu cepat sehingga manusia mampu bergerak tanpa dibatasi oleh wilayah teritori suatu negara, dimana pengetahuan mampu ditransformasikan secara cepat. Sehingga siapapun yang mampu menguasai informasi akan menjagi pemenang (Hsiung, 2000). Selain itu, proses pembelajaran pada pendidikan kejuruan juga harus diarahkan pada pemberian pengalaman belajar (learning experience) yang bermakna (Surya Dharma, 2013).
Melalui proses tersebut diharapkan dapat dihasilkan lulusan yang kompeten dan tidak sekedar berkutat pada seberapa tinggi pendapatan yang diperoleh setelah peserta didik lulus atau permasalahan ketenagakerjaan yang muncul setelah peserta didik lulus dari sekolah menengah kejuruan.
Adapun beberapa model penyelenggaraan pendidikan kejuruan adalah:
a.      Model Sekolah 
Pada model ini pembelajaran dilaksanakan sepenuhnya di sekolah. Model ini berasumsi bahwa segala hal yang terjadi di tempat kerja dapat diajarkan di sekolah dan semua sumber belajar ada di sekolah. Model ini banyak di adopsi di Indonesia sebelum Repelita VI.
b.      Model Magang 
Pada model ini pembelajaran dasar-dasar kejuruan dilaksanakan di sekolah dan inti kejuruannya diajarkan di industri melalui sistem magang. Model ini banyak diadopsi di Amerika Serikat.
      c.     Model Sistem Ganda
Model ini merupakan kombinasai pemberian pengalaman belajar di sekolah dan pengalaman kerja di dunia usaha. Dalam sistem ini sistem pembelajaran tersistem dan terpadu dengan praktik kerja di dunia usaha/industri.
      d.      Model School-based Enterprise
Model ini di Indonesia dikenal dengan unit produksi. Modul ini pada dasarnya adalah mengembangkan dunia usaha di sekolahnya dengan maksud sesain untuk menambah penghasilan sekolah, juga untuk memberikan pengalaman kerja yang benar-benar nyata pada siswanya. Model ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan sekolah kepada industri.
Adanya perubahan langsung dan cepat sebagai hasil dari pengalaman belajar peserta didik. Setiap peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran dapat memperoleh ketrampilan dan pengetahuan, serta mampu meningkatkan kapasitas peserta didik yang pada prinsipnya memungkinkan proses pengambilan keputusan yang lebih efisien untuk berbagai aspek kehidupan, termasuk kesehatan, keluarga, keterlibatan dalam masyarakat dan partisipasi
Pada konteks pembelajaran, peserta didik di sekolah kejuruan dapat membentuk kelompok sosial baru, memodifikasi jaringan sosial sebelumnya, dan membentuk hubungan dengan guru atau instruktur (tutor) . Lebih lanjut pengalaman belajar yang positif dapat dijadikan potensi untuk mengatasi kesenjangan struktur sosial. Struktur mengacu pada faktor-faktor seperti sosial, etnis, jender, dan agama yang mempengaruhi kesempatan setiap individu.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh dari pendidikan kejuruan perlu diarahkan pada pengembangan kapasitas individu untuk menemukan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya, serta mampu meningkatkan kebiasaan pengarahan diri sendiri (self directing) peserta didik. Di dalam pembelajaran pendidikan kejuruan, situasi dan kondisi pembelajaran khususnya pembelajaran praktik, seharusnya dilakukan dengan metode, strategi, dan teknik yang mirip dengan dunia kerja sesungguhnya. Antar individu peserta didik dilatih untuk bekerja sama dalam satu tim yang kuat dalam rangka mewujudkan suatu bentuk pekerjaan/produk tertentu sebagai pencapaian akhir suatu pembelajaran praktik.
B.     Kondisi Pendidikan SMK Saat Ini
Kondisi Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan saat ini mendapat   perhatian   khusus   dari   pemerintah   terutama  terkait beberapa  masalah yang dapat menghambat upaya pemerintah dalam memperbanyak lulusan SMK berkompetensi tinggi dan berkarakter untuk menyiapkan ketenagakerjaan yang siap bersaing di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) khususnya dan era global umumnya. Adapun permasalahan dan tantangan yang  terjadi di Sekolah Menengah Kejuruan saat ini adalah :
1.      Kurikulum SMK yang digunakan tidak selaras dengan kompetensi sesuai pengguna lulusan (link and match) sehingga belum mampu memenuhi tuntutan dunia kerja, dunia industri dan dunia usaha.
2.      Kuantitas lulusan SMK yang tidak terserap di dunia  usaha dan dunia industri cukup tinggi disebabkan rendahnya kompetensi lulusan ,ketidaksesuaian kompetensi yang dilatih di SMK dengan kebutuhan perusahaan/ dunia industri/ dunia usaha dan kurangnya kesiapan mental bekerja lulusan SMK.
3.      Pendirian SMK kurang memperhatikan dan tidak mementingkan potensi, kebutuhan keterampilan dan kearifan lokal di daerah masing-masing. Pendirian kompetensi keahlian SMK cenderung berdasarkan “trendy” saat ini dan yakni Zaman Digital sehingga SMK Bidang Keahlian Teknologi Informasi dan Komunikasi menjamur pendiriannya karena diminati oleh masyarakat dari daerah perkotaan sampai daerah pedesaan yang menimbulkan ketidakrelevanan kompetensi lulusan SMK dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri di daerah.
4.      Kurangnya jumlah guru produktif SMK dan kurangnya kualitas guru produktif SMK serta tidak semua program studi yang ada di SMK ada calon gurunya di Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK). Contoh Program Studi Animasi yang ada di SMK di perguruan tinggi keguruan sampai saat ini belum ada Program Studi Animasi, yang ada masih sangat umum, misalnya Pendidikan Teknologi Informasi. Hal ini akan berimbas pada lulusan SMK yang dihasilkan.
5.      Kurangnya fasilitas sarana dan prasarana pendidikan, kurangnya fasilitas uji kompetensi dan fasilitas sertifikasi SMK
6.      Kurangnya kerjasama perusahaan, lembaga pemerintah, dunia usaha dan dunia industri dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda yaitu terjalinnya sinergi antara SMK dan industri. Ini terbukti dalam pelaksanaan Praktek Kerja Industri (Prakerin) banyak karyawan, pegawai dan staff perusahaan yang acuh tak acuh terhadap siswa dalam pelaksanaan Prakerin bahkan terdapat beberapa perusahaan besar yang menolak siswa prakerin dengan alasan merepotkan. Faktor lain yang menjadi masalah sering ada perlakuan yang tidak sama antar satu perusahaan dengan lainnya terkait waktu prakerin.
Selain itu terdapat  beberapa permasalahan lain yang dihadapi Pendidikan SMK melihat kondisi  saat ini antara lain:
      1.      Pegangguran Alumni SMK Bertambah
Dewasa ini banyak lontaran kritik terhadap sistem pendidikan yang pada dasarnya mengatakan bahwa perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan bertambahnya pengangguran tenaga terdidik dari pada bertambahnya tenaga produktif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Kritik ini tentu saja beralasan karena data sensus penduduk memperhatikan kecenderungan yang menarik bahwa proporsi jumlah tenaga penganggur lulusan pendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih besar dibandingkan dengan proporsi penganggur dari lulusan yang lebih rendah Dengan kata lain persentase jumlah penganggur tenaga sarjana lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah pengganggur lulusan SMA atau jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Namun, kritik tersebut juga belum benar seluruhnya karena cara berfikir yang digunakan dalam memberikan tafsiran terhadap data empiris tersebut cenderung menyesatkan. Cara berfikir yang sekarang berlaku seolah-olah hanya memperhatikan pendidikan sebagai satu-satunya variabel yang menjelaskan masalah pengangguran. Cara berfikir seperti cukup berbahaya, bukan hanya berakibat pada penyudutan sistem pendidikan, tetapi juga cenderung menjadikan pengangguran sebagai masalah yang selamanya tidak dapat terpecahkan.
Berdasarkan keadaan tersebut, penjelasan secara konseptual terhadap masalah-masalah pengangguran tenaga terdidik yang dewasa ini banyak disoroti oleh masyarakat, sangat diperlukan. Penjelasan yang bersifat konseptual diharapkan mampu mendudukkan permasalahan pada proporsi yang sebenarnya, khususnya tentang fungsi dan kedudukan sistem pendidikan dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan.
Berangkat dari asumsi bahwa bertambahnya tingkat pengangguran disebabkan karena kegagalan sistem pendidikan, maka diperlukan adanya pendekatan-pendektan tertentu dalam pendidikan dan konsep Link and Match perlu dihidupkan kembali dalam sistem pendidikan.
Presiden pernah menyampaikan proporsi pengangguran yang ada adalah mereka yang berasal dari lulusan SMK. Jumlahnya sebesar 9,84 persen, angka ini jauh lebih tinggi dari pengangguran lulusan SMA 6,95 persen, SMP 5,76 persen dan SD sebesar 3,44 persen. Total pengangguran terbuka sebanyak 7,56 juta, dan 20,76 persennya berasal dari lulusan SMK.
Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Mustaghfirin Amin, mengakui tingginya jumlah pengangguran dari kalangan alumni SMK. Namun, pihaknya menampik jika angka pengangguran SMK bersifat statis. survei terkait angka pengangguran SMK harus dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu. Dengan begitu, sudah dapat diukur secara objektif proporsi alumni SMK yang telah bekerja, akan bekerja dan belum bekerja.
Untuk mengurangi jumlah alumni SMK yang masih menganggur, pihaknya melakukan program retooling alumni SMK. Program ini dilakukan dengan memberikan materi kembali kepada alumni SMK yang belum bekerja.Para alumni tersebut kembali diberi pelatihan berdasarkan kompetensi yang dibutuhkan sektor industri. "Teknisnya,para alumni kembali dipanggil oleh sekolah, diberi pekatihan dan praktik. Setelah itu mereka diharapkan lebih siap memasuki dunia kerja.. Lewat program ini, Kemendikbud berharap kompetensi para alumni SMK lebih aplikatif bagi dunia industri.
Banyaknya lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menganggur, membuat Presiden RI Joko Widodo menginginkan agar pendidikan vokasi dirombak. Selain itu, pendidikan vokasi juga harus bisa dilakukan re-orientasi pendidikan serta pelatihan vokasi menuju demand driven. Sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian, serta sertifikasi juga bisa disesuaikan dengan permintaan dunia usaha dan industri, yang paling penting harus melibatkan dunia usaha dan industri, karena mereka lebih paham kebutuhan tenaga kerja yang fokus pada pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sektor-sektor unggulan, seperti maritim, pariwisata, pertanian, ekonomi kreatif,” ungkapnya seperti dilansir dari laman Sekretaris Negara RI, Rabu (14/9/2016)..
Persaingan antar negara juga semakin sengit dan berat. Meski demikian, Indonesia sendiri memiliki kekuatan besar yakni penduduk anak muda yang mencapai 60 persen. Jumlah tersebut akan terus meningkat pada 2040 mendatang. Untuk itulah, angka besar ini bisa menjadi potensi bagi penggerak produktivitas nasional jika disiapkan sejak sekarang.   
Pembahasan dan SolusiDari beberapa permasalahan dan tantangan tersebut di atas, maka perlu diambil tindakan sebagai langkah-langkah solusi masalah  untuk  mensukseskan  pelaksanaan  program revitalisasi.
      2.       Alumni SMK Banyak yang Melanjutkan ke Perguruan Tinggi
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan lembaga pendidikan menengah yang secara khusus mempersiapkan tamatannya untuk menjadi tenaga terampil dan siap terjun ke dalam masyarakat luas. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu, seperti bidang teknik, jasa boga dan busana, perhotelan, kerajinan, administrasi perkantoran, dan lain-lain.
Pada kenyataanya kebanyakan dari lulusan SMK tidak langsung bekerja melainkan melanjutkan ke perguruan tinggi hal ini dikarenakan lulusan SMK sampai saat ini masih belum mampu menjawab permasalahan tenaga kerja yang dibutuhkan dunia kerja. Peluang kerja yang ditawarkan pasar kerja masih banyak yang belum terisi karena lulusan pendidikan yang ada tidak terserap pasar kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka pengangguran pada Agustus 2008 berdasarkan pendidikan didominasi oleh lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yakni 17,26 persen, disusul tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) 14,31 persen, lulusan PT 12,59 persen, serta 11,21 persen. Hal ini menggambarkan adanya kesenjangan antara kebutuhan (demand) di dunia kerja dengan penyediaan (supply) tenaga kerja dari institusi pendidikan kejuruan.
Dalam proses globalisasi dengan akselerasi yang cepat maka diperlukan tenaga kerja yang tidak hanya mempunyai kemampuan bekerja dalam bidangnya, namun juga sangat penting untuk menguasai kemampuan menghadapi perubahan serta memanfaatkan  perubahan  itu  sendiri.  Pada proses  rekrutasi  karyawan kompetensiteknis dan akademis (hard skill) lebih mudah diseleksi. Kompetensi ini dapat langsung dilihat pada daftar riwayat hidup, pengalaman kerja, indeks prestasi dan ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan untuk soft skills biasanya dievaluasi melalui psikotes dan wawancara mendalam. Interpretasi hasil psikotes meskipun tidak dijamin 100% benar namun sangat membantu suatu organisasi perusahaan dalam penempatannya ‘the right person in the right place’.
Secara umum kesiapan seseorang untuk memasuki dunia kerja melibatkan tiga faktor, yaitu: (1) faktor fisiologis yang menyangkut kematangan usia, kondisi fisik, dan organ-organ tubuh, (2) faktor pengalaman yang menyangkut pengalaman belajar atau bekerja yang menyangkut kemampuan pengetahuan dan keterampilan atau hard skills, dan (3) faktor psikologis yaitu keadaan mental, emosi, dan sosial yang menyangkut kemampuan soft skills. Dari ketiga faktor tersebut, yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini adalah faktor ketiga, yaitu kesiapan untuk memasuki dunia kerja ditinjau dari aspek kemampuan   soft skills-nya. Berbagai penelitian menguatkan pentingnya soft skills dalam menentukan keberhasilan seseorang.
            3.      Tidak Terjadinya Suplay and Demand antara Perusahaan dan SMK
Masalah lain yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan SMK agar lulusannya terserap lapangan usaha dan lapangan kerja, yaitu masalah kesesuaian jumlah (proporsi) lulusan setiap program keahlian dengan kebutuhan dunia kerja. Keberadaan SMK seharusnya didasarkan pada analisis kebutuhan tenaga kerja (demand and supply analisys).Upaya peningkatan yang seharusnya dilakukan agar lulusan SMK terserap di bidang industry ialah :
1)      Perluasan akses SMK
Pembangunan Sekolah baru dengan jurusan yang baru atau menyesuaikan dengan kondisi masyarakat. Pembangunan unit gedung yang baru pula. Sehingga SMK menjadi besar dan berkembang
2)      Pemerataan akses SMK
Pembangunan SMK di daerah tertinggal dan terpencil serta adanya asrama di SMK tersebut. Sehingga anak-anak di daerah terpencil bisa merasakan sekolah. Adanya asrama diperuntukkan bagi siswa yang rumahnya jauh.
3)      Peningkatan mutu SMK
Pengadaan sarana dan prasana,serta buku pelajaran, rehabilitasi gedung SMK. Agar siswa bisa lebih nyaman dalam belajar. Adanya kompetisi-kompetisi yang bisa membuat siswa lebih menonjol dalam kemampuannya. Sertifikasi bahasa Inggris TOEFL dan TOEIC, agar siswa lebih bisa dalam menguasai bahasa Inggris. Pengembangan SMK bertaraf internasional sehingga mutu nya bisa lebih meningkat. Adanya besiswa prestasi bagi siswa siswa berprestasi yang kurang mampu.
4)      Peningkatan Relevansi SMK
Pengembangan unit usaha yang ada di SMK tersebut, bakat dan minat siswa berkembang. Bantuan modal kerja terhadap SMK, serta perlunya kerjasama dengan industry agar lulusan SMK tersebut tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan.
5)      Pencitraan SMK
Pencitraan SMK bisa melalui media-media yang elektronik maupun cetak. SMK mempunyai website berisi informasi tentang SMK tersebut, dan iformasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Adanya pencitraan di media masa, suatu SMK bisa dikenal di masyarakat.
6)      Pengembangan kualitas layanan SMK
7)      Inovasi pendidikan
8)      Pengembangan kurikulum
Penyiapan bahan kurikulum program keahlian baru serta pemenuhan modul agar saat KBM materi yang disampaikan bisa dipahami oleh murid. Dan agar murid dituntut aktif dalam pembelajaran, dalam prakteknya bisa lebih baik.
Hasil pengamatan empirik yang dilakukan Depdiknas menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan SMK di Indonesia bukan saja kurang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu dan teknologi, tetapi juga kurang mampu mengembangkan diri dan karirnya di tempat kerja. Kualifikasi calon tenaga kerja yang dibutuhkan dunia kerja di samping syarat keilmuan dan keterampilan juga serangkaian kemampuan non-teknis yang tidak terlihat wujudnya (intangible) namun sangat diperlukan yang disebut sebagai soft skills. Soft Skills didefinisikan sebagai perilaku personal dan interpersonal yang mengembangkan dan memaksimalkan kinerja humanis, termasuk di antaranya kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, bekerja dalam tim, ketahanan mental, disiplin, tanggung jawab, dan atribut soft skills lainnya. Selama ini peserta didik di SMK lebih banyak mendapatkan hard skills dan lupa terhadap soft skill-nya, sehingga kelemahan lulusan SMK dalam mengisi peluang kerja pada umumnya adalah masalah personal skills (dari http://www.dikti. go.id/index.php).
Kemampuan soft skills bisa diasah dan ditingkatkan seiring  dengan  pengalaman belajar, sehingga perlu ada pergeseran paradigma berfikir dan bertindak dari fokus pada hard skills saja menjadi mensinergikan antara hard skills dengan soft skills. Proses pembelajaran yang telah dilaksanakan di SMK saat ini belum mampu membekali karakter kerja yang diharapkan dunia kerja.
4.      Konsep Link and Match sudah tenggelam antara SMK dan perusahaan 
Konsep link and match untuk dunia pendidikan memang bukan merupakan hal yang baru, pada awal abad 20 dikenal adanya teori atau aliran belajar behavioral yang pada hakekatnya adalah merupakan perwujudan dari konsep link and match yang kemudian dikenal dengan konsep learning by doing dimana proses belajar berjalan dengan melakukan sesuatu yang dapat memberikan pengalaman yang nyata dan aktual (real experience) dalam kehidupan yang bertujuan untuk mendapatkan kemampuan mentransfer apa yang sudah didapat (transfer of learning and transfer of principle) dimana seseorang memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu, pengetahuan dan keterampilannya pada dunia nyata yang berbeda kondisinya manakala dia dalam proses belajar.
Menjalankan Link and Match bukanlah hal yang sederhana. Karena itu, idealnya, ada tiga komponen yang harus bergerak simultan untuk menyukseskan program Link and Match yaitu perguruan tinggi, dunia kerja (perusahaan) dan pemerintah. Dari ketiga komponen tersebut, peran perguruan tinggi merupakan keharusan dan syarat terpenting. Kreativitas dan kecerdasan pengelola perguruan tinggi menjadi faktor penentu bagi sukses tidaknya program tersebut.
Dalam implementasinya link and match masih menghadapi kendala, dunia pendidikan mengalami kesulitan melakukan standarisasi outcome pendidikan kejuruan (masih terdapat kesenjangan yang lebar perbedaan kualitas antar para alumni SMK dalam bidang yang sama, meskipun mengalami pendidikan dan kurikulum yang sama), lembaga pendidikan masih menghadapi kesulitan dalam memproyeksikan atau mempredeksi akan tuntutan lapangan kerja yang riil. Dominasi era global telah membuat para penyelenggara pendidikan terjebak dalam perasaan ketidak-pastian dengan sistem pendidikan saat ini.
Hal ini disebabkan oleh tingkat kemajuan yang dicapai ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi, melampaui kesiapan lembaga-lembaga pendidikan dalam mendesign kurikulum, metode dan sarana yang dimiliki guna menghasilkan lulusan lulusannya memasuki sebuah era yang ditandai dengan tingkat kompetisi dan perubahan yang begitu masif dan cepat. Saat ini, persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan bukan sekadar relevansi antara content yang diberikan kepada peserta didik dengan kebutuhan dunia kerja supaya lulusannya siap memasuki dunia kerja, akan tetapi lebih mengarah pada apa yang harus dicermati oleh dunia pendidikan terhadap relevansi dimensi paedagogies-didaktif (antara lain : teknik pengajaran, kurikulum, metode, tempat pembelajaran dan lainnya) dengan trend budaya global.
Seharusnya fenomena perubahan-perubahan seperti ini yang kian berakselerasi memberi dorongan pada lembaga pendidikan yang ada untuk terus melakukan self reform jika ingin tetap mempertahankan eksistensinya di jaman yang berlari seperti sekarang dan menjadikan link and match sebagai sebuah imperative yang dapat diterapkan.Namun, juga perlu diperhatikan jangan sampai reformasi pendidikan dilakukan secara serampangan hanya sekadar reaktif dan tidak visioner, yang pada ujungnya justru akan menyebabkan terjadinya degradasi kemanusiaan di masa mendatang.
Jangan pula menghasilkan pandangan/inteprestasi lain semisal bahwa link and match seolah-olah menjadi satu-satunya cara dalam mempersiapkan peserta didik untuk cocok masuk sebagai salah satu bagian dari dunia industri, maka segala upaya pendidikan harus disesuaikan guna memenuhi kebutuhan dunia kerja. Jika pemikiran atau asumsi ini muncul dikhawatirkan fungsi-fungsi lain dari pendidikan akan mengalami penurunan nilai/substansinya atau bahkan menjadi hilang samasekali. Hal ini tentunya harus dihindari jangan sampai terjadi.
Sekali lagi, program link and match (keterkaitan dan kesepadanan) tidaklah salah, tetapi untuk lebih menyelaraskan antara demand and supply. akan kebutuhan tenaga kerja (terampil) maka perlu ada terobosan lainnya yang diharapkan dapat bersinergi dengan tujuan link and match ini adalah dengan memberikan nuansa baru dalam model pembelajaran yang lebih menekankan kepada learn how to learn bagi para peserta didik, tugas pengajar/pendidik (guru/dosen) bukan lagi hanya semata sebagai orang yang hanya mengisi otak peserta didik dengan pengetahuan, tetapi lebih dari itu tugas pendidik (guru/dosen) adalah dapat memfasilitasi dan membantu peserta didiknya mampu untuk membangun konstruksi pemahamam dan nalarnya berdasarkan dari beragai macam ilmu pengeahuan dan informasi yang diperolehnya dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada (fasilitas perpustakaan, laboratium, media massa, internet), sehingga tujuan akhir dari suatu proses belajar mengajar dapat menghasilkan outcome manusia-manusia pembelajar yang selalu merasa butuh akan inovasi, bukan hanya sekedar menjadi follower atau mengikuti selera atasan dan bertindak atas “petunjuk dan perintah” semata.
Perlu dilakukan evaluasi atas metode pembelajaran/pengajaran deduktif yang selama ini berjalan dengan mulai berorientasi kepada pembelajaran/pengajaran yang bersifat induktif Dengan metode ini diharapkan akan menjadi metode pembelajaran yang mampu mengembangkan semangat dan kemampuan belajar lebih lanjut.
Jika program Link and Match berjalan baik, pemerintah juga diuntungkan dengan berkurangnya beban pengangguran khususnya bagi alumni SMK. Karena itu, seyogianya pemerintah secara serius menjaga iklim keterkaitan dan mekanisme Implementasi ilmu dari Pendidikan Kejuruan ke dunia kerja sehingga diharapkan program Link and Match ini berjalan semakin baik dan semakin mampu membawa manfaat bagi semua pihak.
Manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan Link and Match sangat besar. Karena itu, diharapkan semua stake holders dunia pendidikan bersedia membuka mata dan diri dan mulai bersungguh-sungguh menjalankannya. Pendidikan Kejuruan harus memiliki keahlian (kompentensi) yang dibutuhkan dunia kerja sebagai materi. Perusahaan juga harus membuka pintu selebar-lebarnya bagi para alumni yang ingin magang (bekerja) di perusahaan tersebut. Sedangkan Pemerintah harus serius dan tidak semata memandang program Link and Match (keterkaitan dan kesepadanan) sebagai proyek belaka.
Adapun beberapa pendekatan dalam mewujudkan Link and Match
a.      Pendekatan Sosial
Pendekatan sosial merupakan pendekatan yang didasarkan atas keperluan masyarakat pada saat ini. Pendekatan ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan dan pada pemerataan kesempatan dalam mendapatkan pendidikan (Husaini Usman, 2006: 56). Sebagai contoh penerapan pendekatan ini adalah diterapkannya sistem ganda melalui kebijakan Link and Match.
b.      Pendekatan Ketenagakerjaan
Di dalam pendekatan ketenagakerjaan ini kegiatan-kegitan pendidikan diarahkan kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja pada tahap permulaan pembangunan tentu saja memerlukan banyak tenaga kerja dari segala tingkatan dan dalam berbagai jenis keahlian. Dalam keadaan ini kebanyakan negara mengharapkan supaya pendidikan mempersiapkan dan menghasilkan tenaga kerja yang terampil untuk pembangunan, baik dalam sektor pertanian, perdagangan, industri dan sebagainya (Jusuf Enoch, 1992: 90). Untuk itu perencana pendidikan harus mencoba membuat perkiraan jumlah dan kualitas tenaga kerja dibutuhkan oleh setiap kegiatan pembangunan nasional.
Dalam teorinya pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan lulusan sistem pendidikan dengan tuntutan akan kebutuhan tenaga kerja.
c.       Pendidikan dan Ketenagakerjaan
Apakah pendidikan formal merupakan penentu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi?. Apakah pengembangan sumber daya manusia selalu dilakukan melalui pendidikan formal?. Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas kerja, dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat. Anggapan ini mengacu pada teori Human Capital. Teori Human Capital menerangkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan di dalam meningkatkan produktivitas kerja. Teori ini merasa yakin bahwa pertumbuhan suatu masyarakat harus dimulai dari prodiktivitas individu. Jika setiap individu memiliki penghasilan yang tinggi karena pendidikannya juga tinggi, pertumbuhan msyarakat dapat ditunjang karenanya. Teori Human Capital ini menganggap bahwa pendidikan formal sebagai suatu investasi, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Dari teori ini timbul beberapa model untuk mengukur keberhasilan pendidikan bagi pertumbuhan ekonomi, misalnya dengan menggunakan teknik cost benefit analysis, model pendidikan tenaga kerja dan lain sebagainya.
Teori Human Capital dianggap tidak berhasil, maka muncullah teori baru sebagai koreksi terhadap teori sebelumya, yaitu teori kredensialisme. Teori ini mengungkapkan bahwa strukrur masyarakat lebih ampuh dari pada individu dalam mendorong suatu pertumbuhan dan perkembangan. Pendidikan formal hanya dianggap sebagai alat untuk mempertahankan status quo dari para pemenang status sosial yang lebih tinggi.Menurut teori ini perolehan pendidikan formal tidak lebih dari suatu lambang status (misalnya melalui perolehan ”ijazah” bukan karena produktivitas) yang mempengaruhi tingginya penghasilan.
Dua teori yang dikemukan diatas, masing-masing memiliki kaitan erat dengan fungsi sistem pendidikan yang diungkap oleh Sayuti Hasibuan. Menurutnya, fungsi sistem pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting, yaitu: 1). Dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi sistem pendidikan dalam pemasok tenaga kerja terdidik dan terampil sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja yang tersedia, 2). Dimensi kualitatif yang menyangkut fungsinya sebagai penghasil tenaga terdidik dan terlatih yang akan menjadi sumber penggerak pembangunan atau sebagai driving force (Sayuti Hasibuan, 1987). .
Teori Kredensialisme merasa yakin bahwa pelatihan kerja merupakan media yang strategis dalam menjembatani antara pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja. Jika ada masalah ketidaksesuaian, hal ini dianggap sebagai ”gejala persediaan” (supply phenomina), yaitu ketidaksesuaian antara pendidikan dan lapangan kerja yang diungkapkan sebagai gejala ketidakmampuan sistem pendidikan dalam menghasilkan lulusan yang mudah dilatih atau yang dapat membelajarkan diri agar menjadi tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan pasar.
C.    Kesimpulan
Permasalahan-permasalahan ini menjadi tantangan untuk diambil tindakan dan solusi dalam mewujudkan  harapan menjadikan SMK sebagai lembaga vokasi yang berdaya saing ketenagakerjaan. Program Revitalisasi SMK diharapkan sebagai problem solving (pemecah masalah) dalam peningkatan kualitas layanan pendidikan dan pelatihan di SMK yang profesional  dan peta kebutuhan tenaga kerja bagi lulusan SMK, penyelarasan kurikulum SMK sesuai kebutuhan dunia usaha dan dunia industri, mempercepat sertifikasi kompetensi bagi lulusan SMK,  pendidik dan tenaga kependidikan SMK, meningkatkan kuantitas  dan kualitas guru produktif serta pemberian lisensi bagi SMK sebagai lembaga sertifikasi profesi pihak pertama, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan SMK yang bermutu, penataan kelembagaan SMK dan menguatkan sinergi antara SMK dengan dunia usaha/dunia industri serta lembaga pemerintahan. Semoga pendidikan SMK mendapat perhatian lebih bagi pemerintah terkhusus dalam penyerapan tenaga kerja alumni SMK, perluasan penyediaan lapangan kerja bagi lulusan SMK.
Semoga pelaksanaan program revitalisasi SMK ini berjalan lancar sehingga dapat mewujudkan harapan-harapan ke depan, diantaranya: Bagi orang tua dan siswa menjadikan SMK sebagai sekolah pilihan masyarakat oleh karena banyaknya peluang-peluang untuk dapat bekerja di dunia usaha dan dunia industri, menciptakan lulusan SMK yang berkualitas, yang berkompetensi tinggi dan berkharakter sehingga menjadi tenaga kerja yang siap bersaing di era global serta menghasilkan lulusan SMK yang memiliki keberanian dan kemampuan berwirausaha.



Referensi Tulisan
Endah Swardani. 2013. Tingkat keterserapan lulusan SMK di bidang industri.https://endahswardani.wordpress.com/2013/05/02/tingkat-keterserapan-lulusan-SMK-di-bidang-industri/. Diakses 14 Maret
Endang suryana.implementasi program link and match.

Kompas online. 2016. Hingga 2020, pemerintah berencana membangun 400 smk. Jakarta: kompas.com. Diakses 14 Maret 2017

News.okezone.com. 2016. Jokowi rombak pendidikan vokasi.


Sayuti Hasibuan. 1996.Ekonomi sumber daya manusia: teori dan kebijakan -

https://books.google.com/books/about/Ekonomi_sumber_daya_manusia.html?id.
Diakses 14 Maret.

www.academia.edu.2016. Pendidikan kejuruan. Http://www.academia .edu /24514544 /pendidikan_kejuruan. Diakses 14 Maret 2017.


1 komentar:

  1. LuckyClub Casino Site 2021
    LuckyClub Casino site · Our website is hosted at the luckyclub following providers: · Curacao, Curacao, Curacao · Evolution Gaming, Evolution Gaming, NetEnt, Playtech,

    BalasHapus